Penulis : BAIQ DWIYAN NUGRAHANI
Kurangnya pemahaman tentang keberagaman yang memicu diskriminasi berujung konflik merupakan hal yang kerap muncul di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih semakin mudah dan cepat arus informasi mengalir melalui media jejaring sosial justru menambah dan memperparah masalah hingga mengguncang ikatan keberbangsaan yang sudah terbangun.Dalam Effendi (2000) semestinya keberagaman sebagai realitas eksistensial yang terbentuk dari gugusan perbedaan yang ada secara kodrati menjadi dasar meniti harmoni, merajut persatuan dalam bingkai NKRI, malah justru menyulut api. Masalah ini harus dijauhkan dari lingkungan sekolah yang tentu saja berkepentingan mencetak generasi yang diharapkan tidak mewarisi api diskriminasi. Apalagi hanya karena informasi-informasi hoaxs.
Di SMAN 1 Pringgarata keberagaman diolah sedemikian rupa menjadi aset yang mengantarkannya menjadi sekolah berprestasi. Perbedaan agama, suku dan bahasa menjadi perajut kebersamaan sebagai sebuah keluarga dengan mengedepankan semangat dan sikap toleransi. Realitas agama Hindu sebagai agama yang dipeluk minoritas siswa dan Islam sebagai agama yang dianut mayoritas siswa tidak membuat jarak, pelayanan pendidikan dan perlakuan yang berbeda.Kalangan yang minoritas diberikan hak-hak mendapatkan pendidikan keagamaan, mendapatkan pengalaman berorganisasi, ekstrakurikuler maupun dalam berprestasi. Demikian pula dengan suku, bahasa, latar kemampuan, hobi dan pilihan merajut kebersamaan menjadi warna dan nuansa yang khas SMAN 1 Pringgarata, seindah taman halaman depan sekolah yang dihiasi tujuh tiang kecil bendera dan satu tiang utama bendera merah putih yang menjulang tinggi. Bagi sekolah inilah lambang keindonesiaan dengan keberagamannya yang harus terus dijunjung dengan semangat toleransi.
Pengalaman dapat merajut bingkai kebersamaan dan kekeluargaan dengan fondasi keberagaman tentulah bukan perkara mudah dan cepat, tetapi bertahap dan berproses. Pada tingkat sekolah dapat dimulai dengan : (1) mewujudkan pendidikan yang menghargai keberagaman; (2) mengembangkan sikap toleransi dengan guru terlebih dahulu memberikan contoh pada sikap dan tindakan; (3) mengembangkan sikap komunikasi yang mengedepankan kesantunan, saling percaya dan perasaan sebagai satu keluarga.
Bagi SMAN 1 Pringgarata merajut keberagaman dalam kontek di atas dimulai dari proses sederhana tetapi continue. Dari senyum, salam dan sapa (program 3S). Senyum adalah simbol perasaan merasa sama setiap kali bertemu. Salam adalah keakraban yang dimulai dari hati dan Sapa adalah adanya perasaan empati selalu mau tahu satu satu sama lain sebagai sebuah keluarga. Program inilah yang selanjutnya menginisiasi program dan kegiatan lain setelah terbentuknya perasaan bersama sebagai satu keluarga yang disatukan keberagaman. Karenanya setiap pagi sebelum masuk ke kelas guru-guru berbaris menyambut siswa dengan senyum, salam dan sapanya, berbaris rapi memajang seperti barisan program atau kegiatan yang telah menghasilkan prestasi, sejalan dengan slogan yang dijunjung SMAN 1 Pringgarata: “Sekolah Bertradisi Prestasi”.
Tinggalkan Komentar